Sabtu, 14 Juli 2012

Laporan UAS Komputer Lanjut


Berdasarkan angka NIM terakhir saya, maka file yang akan diolah adalah GENAP.rec
File hasil eksport Epidata ke SPSS berekstensi 8390 dengan nama file genap
File syntax genap dieksport ke SPSS dan disimpan dengan nama Diny Stella Welsa dan ekstensi 8390
File data [file] berisi 30 field dan 8390 record. Data kategorik sebanyak 27 field dan data numerik sebanyak 12 field

Selasa, 19 Juni 2012

ANALISIS BIVARIAT




ANALISIS BIVARIAT
A.               Tingkat Pendidikan 3 kategori dengan kadar Hb
1.      Tujuan : Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dalam 3 kategori dengan kadar Hb ibu
2.     Identifikasi field dalam data base : tingkat pedidikan dalam 3 kategori fieldnya didik3 (variabel independen), dan kadar hb fieldnya Hb (variabel dependen)
3.      Feild didik 3 adalah data kategorik dan kadar hb adalah data numerik
4.      Ujinya adalah uji beda rata-rata
      H0 : tidak perbedaan rata-rata kadar Hb ibu antara berbagai tingkat pendidikan ibu
      Teori yang relevan : Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin baik pula kadar hb ibu
5.      Karena kadar hb adalah data numerik, maka dilakukan uji normality
6.      Dari hasil uji normality didapatkan data berdistribusi tidak normal, uji yang cocok adalah kruskal wallis
7.     Hasil uji kruskall walis didapatka P = 0,00 dan P < 0,05








    Test
  Statistics(a,b)

Kadar HB (g/dl)
Chi-Square
74,041
df
2
Asymp. Sig.
,000







8.    Kesimpulan : H0 ditolak
  ada perbedaan rata – rata kadar hb ibu antara berbagai tingkat pendidikan ibu


B. Pekerjaan dari Segi Ekonomi dengan IMT Ibu
2.    Tujuan : Mengetahui hubungan antara pekerjaan dari segi ekonomi dengan IMT ibu
3.    Identifikasi field dalam database : pekerjaan dari segi ekonomi fieldnya kerjaeko (variabel independen), IMT ibu fieldnya imti (variabel dependen)
4.    Field kerjaeko adalah data kategorik, dan imti adalah data numerik
5.    Ujinya adalah uji beda rata - rata yaitu Independent Sample T-Test
H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata IMT ibu antara berbagai tingkat ekonomi ibu
Teori yang relevan : Semakin tinggi tingkat ekonomi ibu, maka IMT ibu akan semakin baik
6.    Karena IMT adalah data numerik, maka dilakukan uji normality
7.    Dari hasil uji normality didapatkan data berdistribusi normal
8.    Hasil uji anova didapatkan P = 0,00 dan P<0,05
                      
ANOVA

IMT ibu hamil

Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
61,204
1
61,204
14,297
,000
Within Groups
31533,669
7366
4,281


Total
31594,873
7367





9.    Kesimpulan : H0 ditolak
 ada perbedaan IMT ibu antara berbagai tingkat ekonomi ibu
C.  Pekerjaan Ibu dengan Tekanan Darah Sistolik
1.    Tujuan : independen variabel adalah pekerjaan ibu dan dependen variabel adalah tekanan darah siatolik
2.    Idenfifikasi field dalam database : pekerjaan ibu nama fieldnya kerja (variabel independen)  dan tekeanan darah diastolik nama fieldnya adalah sistolik (variabel dependen)
3.    Field kerja adalah data kategorik (K) dan field sistol adalah data numerik (N)
4.    H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya lebih dari 2 kategori.
5.    H0: Tidak ada perbedaan rata-rata pekerjaan ibu dengan tekanan darah sistolik
6.    Data numerik dalam kasus ini adalah tekanan darah sistol.
Hasil pengujian normality adalah :
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan Anova tapi Kruskall Wallis
7.    P=0.031
P<0.05
8.    H0 ditolak,
Kesimpulan : ada beda rata-rata antara tingkat pekerjaan ibu dengan tekanan darah sistol.



D.Pernah atau Tidak Mendapat Tablet Fe Dengan Kadar Hb dalam Darah
1.    Tujuan : Mengetahui hubungan antara pernah atau tidak mendapat tablet Fe dengan kadar Hb dalam darah ibu
2.    Identifikasi field dalam database : Pernah dapat tablet Fe fieldnya pernah (variabel independen), kadar hb dalam darah fieldnya hb (variabel dependen).
3.    Field pernah adalah data kategorik (K) dan field hb adalah data numerik (N)
4.    Ujinya adalah Uji beda rata-rata
Teori yg relevan : Ibu yg dapat table Fe, kadar Hbnya akan lebih baik dari yg tidak dpt tfe
H0 : Tidak perbedaan rata2 kadar Hb ibu dapat dan tidak dapat tablet Fe
5.    Karena Hb adalah data numerik maka dilakukan uji normality.
6.    Dari hasil uji normality didapatkan data berdistribusi normal
7.    Hasil uji anova didapatkan hasil : P = 0,678 dan P > 0,05
                             
ANOVA

Kadar HB (g/dl)

Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
,255
1
,255
,172
,678
Within Groups
10914,953
7366
1,482


Total
10915,208
7367





8.    Kesimpulan : H0 diterima
 Tidak ada perbedaan rata2 kadar Hb ibu dapat dan tidak dapat tablet Fe

E. Pekerjaan Ibu dengan Tekanan Darah Diastolik
1.   Tujuan : independen variabel adalah pekerjaan ibu dan dependen variabel adalah tekekanan darah diastolik
2.      Idenfifikasi field dalam database : pekerjaan ibu nama fieldnya kerja (variabel independen)  dan tekeanan darah diastolik nama fieldnya adalah diastole (variabel dependen)
3.      Field kerja adalah data kategorik (K) dan field diastol adalah data numerik (N)
4.      H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya lebih dari 2 kategori.
5.      H0: Tidak ada perbedaan rata-rata pekerjaan ibu dengan tekanan darah diastol
6.      Data numerik dalam kasus ini adalah tekanan darah diastol.
Hasil pengujian normality adalah :
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan Anova tapi Kruskall Wallis
7.      P=0.000
P<0.05
8.      H0 ditolak,
Intervensi :ada beda rata-rata antara tingkat pekerjaan ibu dengan tekanan darah diastol 

LANJUTKAN MEMBACA....



Rabu, 25 Januari 2012

interaksi yodium dengan zat gizi lain

Interaksi Yodium dengan Zat gizi lain
Pendahuluan
Menurut Golden (1992), yodium termasuk dalam klasifikasi/kategori nutrient type I (pertama), bersama sama dengan zat gizi lain seperti besi, selenium, calcium, thiamine dll. Type I ini mempunyai ciri yang apabila kekurangan maka gangguan pertumbuhan bukan merupakan tanda yang pertama melainkan timbul setelah tahap akhir dari kekurangan zat gizi tersebut. Tanda yang spesifik lah yang pertama akan timbul. Dalam hal kekurangan yodium, dapat menyebabkan gangguan akibat kekurangan yodium yang sering disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD). Dalam type II, pertumbuhan akan terganggu terlebih dahulu, tetapi memberikan nilai penilaian biokimia cairan tubuh yang normal. Nutrient yang termasuk ini adalah potasium, natrium, zinc dll.

IDD adalah gangguan yang merugikan kesehatan sebagai akibat dari kekurangan yodium, yang kita kenal juga dengan singkatan GAKY. Kekurangan yodium pada tanah menyebabkan masyarakat yang hidup dan bertempat tinggal di daerah tersebut menjadi masyarakat yang rawan terhadap IDD. Yang paling ditakutkan dari kekurangan yodium ini adalah meningkatnya kematian bayi beberapa saat setelah dilahirkan dan perkembangan otak yang terhambat (neonatal hypotyroidsm). Faktor yang berperan dalam kejadian IDD diantaranya adalah adanya hubungan idoium dengan zat lain misalnya thyosianat dan selenium (Thaha dkk, 2001) Tulisan dibawah ini akan membahas lebih lanjut hubungan tersebut.

A. Selenium

Ketersediaan selenium yang kurang pada tanah diduga juga mengandung rendah yodium pada tanah yang sama. Untuk sementara interaksi antara yodium dan selenium dalam proses penyerapan belum ada. Kalaupun ada interkasi ini sangat kompleks dan terkait dengan fungsi fungsi selenium dalam selenoprotein. Pada binatang percobaan ditemukan bahwa kurang selenium meningkatkan kadar T3 di jantung, sehingga dapat menimbulkan peningkatan denyut jantung dan palpasi. Selenoprotein yang juga terlibat dalam interaksi metabolisme yodium ialah iodotyronine deiodinase yang berfingsi merubah thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif dari hormon thyroid triiodothyronine (T3) (Satoto, 2001).. Enzym tersebut merupakan selenium-dependent enzymes selain merupakan katalisator utama dalam perubahan thyroxin (T4) menjadi triiodotyronine (T3) juga merupakan katalisator yang merubah dari T3 menjadi T2 untuk mempertahankan level T3 (www.orst.edu/depth/lpi/infocentre/minerals/iodine).

Selain itu, salah satu contoh dari selenoprotein yang berhunbungan dengan metabolisme yodium adalah glutathione peroxidase, berfungsi sebagai antioksidan utama dalam tubuh manusia dan binatang (Satoto, 2001). Dengan adanya gambaran diatas, jelas bahwa akibat dari kekurangan selenium asupan T3 dalam sel tubuh juga menurun.

B. Thiosianat

Tiosiant dikenal sebagai zat goitrogenik yaitu zat yang dapat menghambat transport aktif yodium dalam kelenjar tiroid dan yang paling potential dari zat goitrogenik yang lain. Menurut Bourdoux (1993) dalam Thaha (2001), thyocianat adalah komponen yang utama pada kelompok zat goitrogenik yang dapat mewakili asupan kelompok goitrogenik melalui makanan. Delanggu dalam Thaha (2001) melaporkan bahwa disuatu populasi bila perbandingan antara eksresi yodium dan tiosianat dalam urin (ug/g) kurang dari 3, maka daerah tempat populasi itu berada mempunyai resiko yang potensial untuk terjadinya gondok endemik. Makin kecil perbandingan antara eksresi yodium dan thyiosinat dalam urin maka semakin tinggi tingkat endemisitasnya. Namun demikian, menurut Larsen dan Ingbar dalam Thaha (2001), hambatan oleh pengaruh tiosinat hanya efektif bila konsentrasi yodium plasma normal atau rendah.

Penelitian di Pulau Seram Barat, Seram Utara dan pulau Banda menunjukkan adanya perbedaan ekresi thyocianat yang bermakna antara daerah endemik GAKY dan daerah non-endemik GAKY yang mana kandungan thyosianat tinggi pada daerah kontrol dibandingkan daerah kasus. Hal ini bertentangan dengan dugaan bahwa kandungan thiosinat yang tinggi akan dijumpai pada daerah gondok endemik. Data dari P. Buru menujukkan nilai eksresi tiosianat yang paling tinggi dibanding dengan tiga daerah lain sehingga menyebabkan tingginya nilai tiosinanat di urin pada kelompok kontrol. Akan tetapi rasio eksresi yodium dan eksresi tiosinat pada urin daerah yang endemik menunjukkan lebih kecil dari pada daerah yang non endemik (Thaha, 2001) yang menandakan bahwa ratio yang semakin kecil menghasilkan resiko yang semakin besar terhadap gondok endemik.

C. Besi

Besi adalah mineral yang paling banyak dipelajari dan diketahui oleh para ahli gizi dan kedokteran di dunia. Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan besi dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann dkk (2000) yang membagi kelompok anak anak yang menderita kekurangan yodium menjadi dua, yaitu anak yang menderita anak yang kekurangan iodine saja dan anak yang menderita kekurangan iodine dan besi. Pada kelompok pertama dan kedua, semua anak diberi 200 mg oral iodine dalam minyak. TSH (thyroid Stimulation Hormon, IU (iodine concentration), T4, dan volume kelenjar thyroid diambil pada awal dan minggu ke 1,5,10, 15 dan 30 minggu sesudah pemebrian. Sesudah 30 minggu pemberian iodine, bagi kelompok yang anaemia karena kekurangan besi diberikan tablet besi (ferrous sulphate) 60 mg secara oral 4 kali perminggu selama 12 minggu. Hasilnya menunjukkan bahwa pada minggu ke 30 setelah pemberian iodine kedua kelompok, terjadi penurunan volume rata-rata tiroid menurun dibandingkan dengan awal sebelum dilakukan pemberian iodine, masing masing 45.1% dan 21.8 % (p kecil 0.01). Pada kelompok yang ke dua, penurunan volume tiroid lebih menurun bila dibandingkan dengan baseline, yaitu menjadi 34.8% pada minggu ke 50 dan 38.4 % pada minggu ke 65. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi besi dapat meningkatkan kemampuan iodone dalam minyak pada anak anak yang kekurangan yodium. (Zimmermann, M et al, 2000)

D. Mineral and vitamin lain

Interaksi antara yodium dengan mineral and vitamin lain perlu diteliti lebih lanjut, baik secara laboratorium dengan menggunakan hewan percobaan maupun di lapangan terhadap manusia. Penelitian yang melkihat inetraksi secara langsung antara yodium dengan vitamin A pernah dilakukan namun perlu konfirmasi lebih lanjut. Penelitian oleh Van Stuijvenberg dkk, (1999) misalnya yang mengambil 115 anak di Afrika Selatan usia 6-11 tahun yang diberi biskuit selama 43 minggu sampai lebih dari 12 bulan dibandingkan dengan control. Biskuit mengandung besi, yodium, and betha carotene sedangkan control adalah biskuit yang tidak difortifikasi. Pada akhir intervensi, terlihat pada tidak ada perbedaan perubahan dalam pengecilan kelenjar tiroid anak anak secara signifikan, Akan tetapi terjadi penurunan jumlah anak anak yang mempunyai eksresi yodium yang rendah (100 ug/L) dari semula berjumlah 97.5% menjadi tinggal 5.4%. Peningkatan eksresi urin tersebut sangat signifikan (p kecil 0.0001). (van Stuijvenberg dkk, 1999).

Daftar Pustaka
Golden MHN. Specific deficiency versus growth failure: Type I and type II nutritients. SCN News 1992;No. 12:10-14.
Satoto. Seleneium dan Kurang Iodium dalam Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto, dkk. Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001
ICCIDD, UNICEF, WHO. Assessment of Iodine Deficiency Disorders and Monitoring their Elimination. A guide for Programme managers. 2nd Ed. Geneva, 2002.
Thaha, Razak; Dachlan, Djunaidi M; Jafar, Nurhaedar, Jafar. Analisis faktor resiko “coastal goiter” dalam Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto, dkk. Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001
Van Stuijvenberg, M Elizabeth et al. Effect of iron-, iodine-, and b carotene-fortified biscuits on the micronutrient status of primary school children: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr 1999; 69: 497-503
Zimmermann M, et al. Iron supplementation in goitrous, iron-deficient children improves their response to oral iodized oil. Eur J Endocrinol 2000; 142(3):217-22